Antara Kita, Pacarku dan
Perasaanmu
Marratul Husna
“beruntunglah saat kamu bisa mendapatkan yang lebih baik
dari sebelumnya” ucap dhika sore itu. Kata-kata itu masih tengiang jelas di
telingaku. Tidak pernah terfikir semua akan seperti ini. Tidak pernah tersirat
dalam pikiranku rasa cinta akan tumbuh seiring asa berkelana. Sama sekali aku
tidak tahu menahu soal ini.
*****
Tangisan langit masih
terus terguyur. Keadaan seperti ini sangat mengganggu sebetulnya. Hari mulai
gelap namun hujan tak jua reda. Sepanjang bibir teras kampus masih tergenang
air. Hal ini membuat aku enggan untuk keluar dari lobi utama kampus.
“hey, masih disini rupanya?”
sapa bang dhika
"Eh, bang dhika. Iya nih
bang. Masih hujan gimana bisa pulang?” aku menjawab seraya menoleh kearahnya
yang sekarang ada disamping kiriku
“udah mau magrib loh.
Cemana bisa pulang lagi kamu, ra? Rumah kamu jauh dari sini loh, lagi pula ujan
deras juga. Bahaya loh pulang kesana malam-malam dalam keadaan kaya’ gini.
Apalagi kamu cewe’”
“tapi mau gimana? Malas
pulang ke kost-an nanda”
“balik bareng aku aja
kerumah. Ntar aku antar kamu pulang, gimana?”
Seusai shalat magrib di
rumah dhika, laga’nya tangisan langit mulai agak reda. Niat hati ingin
cepat-cepat balik kerumah. Ada rasa canggung berada dirumah dhika. Mengingat
keadaan yang tidak mendukung aku tidak punya pilihan lain. Karena rumah dhika
sedikit lebih dekat dengan kampus maka inilah yang jadi alternatif kami.
“karra, makan malam
disini saja. Siap makan baru nanti dhika antar pulang. Motor kamu titip disini
saja, besok pas kekampus ambil lagi disini. Kalau balik tetap pake motor bisa
basah kuyup nanti dijalan.lagi pula ibu agak cemas kalau lihat kamu pulang
dengan keadaan yang seperti ini.” Nasehat mama dhika
“iya bu. Karra mau
bilang trimakasih sekali untuk ini”
“sama-sama karra”
Waktu terus berputar
dengan cepat pada rotasinya. Ibarat pelari yang akan tersungkur dititik final pertandingan.
Kemanapun kita pergi disitulah kita berada. Dan aku.... tetap saja terus
mendayung perahu kehidupanku guna menempuh lautan hidup untuk sampai kepulau
idaman. Ini bukan hanya soal cinta. Realita hidup tidak selalu soal cinta.
Makna dibalik setiap tindakan akan berpengaruh penting bagi ulasan akhir dalam
sebuah kehidupan. Akupun begitu. Tidak begitu paham dengan pelakon-pelakon
kehidupan lain. Aku hanya mencari apa yang baik untukku asal itu tidak
menyakiti yang lain. Namun itu baru upaya.
Dhika merupakan salah
seorang kakak kelasku. Dia senior yang paling kejam pada masa kami
diorientasikan. Masih terekam dimemoryku setiap gertakan dia.
“kenapa kau pilih
teknik!!!??”
“aku tidak tahu. Ini
sebuah kecelakaan” jawabku pada masa itu. Bisa kulihat wajah dhika memerah
seketika. Mungkin dia marah. Dan aku agak sedikit takut pada lelaki berkulit
kuning langsat ini saat itu.
“kau sangka teknik ini
tempat buangan? Teknik bukan tempat untuk orang yang hilang tujuan layaknya kau
sekarang ini!!!. Jika kau tidak punya alasan jangan pernah masuk ke fakultas
teknik. Setiap orang yang menjadi mahasiswa teknik punya alasan yang jelas
mengapa mereka berada disini. Kau chamkan itu” dhika menggertakku.
Emosiku tidak stabil.
Semua orang melihatku. Beberapa senior lain ikut-ikutan menggertakku juga.
Ingin nangis rasanya ketika merasa di bully seperti ini. Peserta orientasi yang
lain juga melihatku. Sebagian dari mereka ada yang disuruh push up dan sit up
karena menertawakanku.
“kenapa kau diam?!!”
gertakan selanjutnya dari senior perempuan. Jika kuperhatikan dia sedikit mirip
nicky minaj dengan bibir tebalnya dan sok eksis.”kau jawab pertanyaan senior
kau!! Kenapa kau berada disini jika kau tidak punya alasan!!” tubuhku
didorongnya.
“aku tidak punya
alasan. Dan itu alasanku. Jika aku bertanya kenapa kalian semua para senior
berada disini? Apa alasan kalian?” nada suaraku bergetar. Tapi kupaksa untuk
tidak terlihat seperti pengecut.
Beberapa diantara
mereka saling menoleh. Dan dhika kembali memegang toa seraya mendekatiku. “kau
mau jadi preman disini? Beraninya kau bertanya hal yang harusnya ditanya kepada
paserta orientasi oleh senior? Perlu kau
tau, teknik ini bukan sarang para preman. Disini tempatnya para kaum-kaum
terpelajar. Sepertinya kau layak dihukum karena hal ini. Senior...!!! tarik anak
ini. Berikan hukuman yang setara.”
Namun entah hal apa
yang kemudian membuat kami dekat. Pernah suatu hari pacarnya dhika
menghampiriku saat dikantin kampus. Dia terlihat sedikit sedih. Awalnya aku
tidak pernah berfikir dhika mempunyai pacar. Toh aku tidak punya hak untuk tahu
menahu urusan orang. Aku sama sekali bukan perempuan yang ingin tahu urusan
orang. Aku tidak seperti itu.
“ kamu karra?”
“iya, maaf kakak
siapa?”
“linda, ternyata kamu
penyabab dhika menjauh dari aku. Tapi.... sama sekali nggak ada hal lebih dari
diri kamu” ucapannya sedikit ketus ditambah senyum sinisnya. Sungguh
pemandangan seperti iblis di senetron rahasia ilahi jika sepintas kulihat dari
senyum sinisnya.
“apa masalah anda?
Mengganggu makan siang saya, ngelantur hal yang sama sekali tidak ada
hubungannya dengan saya.”
“kau pikirkanlah!!”
lindapun berlalu
Aku dan beberapa
temanku Cuma mengeleng tanda tak paham,
ada juga yang Cuma mengangkat bahu dengan makna serupa.
****
Enam bulan pertama
telah berlalu. Indeks prestasiku tidak sebagus yang lain. Anehnya sama sekali
aku tidak pernah kecewa. Entah kenapa? Aku juga tidak punya alasan tepat.
“IP karra ngga sebagus
yang lain bang” ungkapku saat dhika tanya indeks prestasiku.
“kan abang pernah
bilang dulu, jangan terlalu sibuk dengan organisasi.fokusin kuliah juga.
Berorganisasi boleh tapi jangan sampai kuliah nge-drop”
“makasih ya”
“semester depan harus
lebih baik dari ini ya. Abang sebentar lagi disini kalau kamu ngga bisa jaga
diri kamu dengan baik ga ada orang lain yang bakal peduli. Maka dari itu
pintar-pintar lah cari kawan”
Seusai shalat asar di
mushalla kampus kami ketaman kota. Aku senang dengan dhika yang bersikap
dewasa. Namun juga humoris. Ada rasa senang saat mendengar celotehnya yang
humoris. Dan soal linda yang beberapa waktu lalu sama sekali tidak pernah aku
ceritakan padanya. Diapun tidak pernah sekalipun membahas soal hubungan
cintanya. Yah.... itu bukan masalah bagiku. Toh aku dengannya hanya sebatas
adik dan kakak kelas saja.
Memasuki pertengahan
semester genap aku mengenal seseorang yang akhirnya membuat aku melabuhkan hati
pada pautan cintanya. Namanya Rinal. Aku mengenalnya disalah satu acara
talkshow ekonomi perbangkan BRI untuk jurnalistik. Karena aku bergelut diUKM
pers dan Rinal bekerja part-time disalah satu stasiun radio swasta maka dari
itu mungkin takdir berpihak pada kami. Dan akhirnya kami dipertemukan.
Sikapnya yang baik juga
tuturnya yang bersahaja membuat aku berulang kali bersyukur bisa memilikinya.
Meskipun berbeda kampus bukan halangan untuk tetap bisa bersama. Beberapa bulan
setelah itu dhika wisuda. Namun kami masih sering berkomunikasi. Dia masih
sering kekampus. Sekedar refreshing sore mungkin. Tidak lama berselang Rinalpun
wisuda sarjana juga. Dan di akhir semester genap ini aku memperoleh indeks
ptrestasi yang lumayan bagus. Dhika senang mendengarnya. Rinalpun tak kalah
senangnya.
“kamu berhasil, ra”
puji dhika
“ini semua juga karna
bantuan abang loh”
“yaudah kalo gitu
traktir aku lah. Hahahaha....
Empat bulan telah berlalu.
Semuanya berjalan baik-baik saja. Memiliki pasangan yang pengertian. Memiliki
sahabat yang penyayang. Bagiku itu sebuah anugerah besar. Hingga pada akhirnya
Rinal mengikuti tes kerja kontrak diluar daerah untuk penanggulangan daerah
terpencil. Awalnya semua biasa saja. Hingga pada akhirnya musibah itu menerjang
kami begitu saja. Rinal lulus menjadi pegawai kontrak namun di tempatkan diluar
daerah. Kini dia di kalimantan. Pulau yang terpisah dari sumatra. Terpisah dari
aceh. Meski begitu komunikasi kami masih
lancar sebelum musibah itu menerjang. Dhika juga selalu mengingatkanku untuk
tetap setia juga tetap tenang meskipun Rinal jauh.
“selama aku disini kamu
pacaran dengan dhika?” suara Rinal dari seberang telpon
“sama sekali tidak.
Kamu sendiri tahukan siapa dhika? Bagaimana aku dengan dhika?”
“terus kenapa kamu tadi
sore kamu jalan mesra dengan dhika?”
“demi Tuhan aku tidak
sebejat itu. Aku tau kamu jauh, tapi aku tidak selicik itu. Aku tahu bagaimana
batasan. Aku tahu bagaimana aku harus bersikap.”
“kamu bisa saja
bohong!!!”
“kamu tanyakanlah
sendiri pada dhika. Apa yang terjadi. Itu ngga lebih dari sekedar belajar saja.
Aku meminta dhika mengajariku soal beberapa sintaksis pemograman. Cuma untuk
kenyamanan kami memilih tempat di taman kota. Demi Tuhan aku ngga bohong”
“terserahlah. Dan aku
sama sekali tidak percaya omong kosong yang seperti itu”
Selama ini tidak pernah
kami bertengkar. Ini baru pertama kalinya. Ada seseorang yang memata-mataiku,
kurasa. Dan peristiwa pertengkaran semalam tidak pernah aku ceritan pada dhika.
Pertengkaran itu semakin berlanjut dari hari kehari. Hingga akhirnya melebihi
sebulan kami terus bertengkar. Setiap apa yang aku lakukan diluar kampus
diketahui oleh Rinal. Dan aku di fitnah sudah sejauh ini.Aku tidak tahan dengan
semua. Keluh kesahku akhirnya kuceritakan pada dhika.
“wa’alaikumsalam. Abang
masih ditempat kerja. Lagi benerin beberapa sistem komputeristik perbankkan”
“ooo.... yasudah, ngga
papa juga kalo gitu bang, maaf ya kalo ngganggu”
“ngga loh ra, kamu lagi
ada maslah ya? Kalo gitu kita jumpa jam 4 sore nanti di taman ya”
Semua kecewaku terhadap
Rinal, curigaku tentang mata-mata, sakit hati dan semua yang kurasa kutuangkan
begitu saja. Dhika mengangguk dalam. Itu pertanda dia cukup paham dengan
keadaan ini. Senja sore yang merona sama sekali tidak mencuri perhatianku. Aku
masih larut dalam keadaan tak menentu ini.
“kamu yang tabah ya.
Setiap prilaku jahat itu pasti akan terungkap. Ini Cuma soal waktu aja”
“makasih bang. Tapi aku
heran kenapa ada penfitnah sekeji itu”
“kita tidak pernah tahu
isi hati orang, Ra. Orang yang kita lihat biasa saja bisa jadi menyimpan cinta
yang dalam untuk kita. Dan sebaliknya orang yang kita cinta belum tentu sebaik
yang kita kira”
Selang beberapa minggu
setelahnya hubungan kami berakhir. Sepertinya kami sama-sama memendam amarah
antara satu dengan yang lain. Rinal terlalu percaya akan omongan orang yang
menfitnahku atau si penfitnah terlalu banyak menaburkan merica penyedap untuk
menghancurkan asa.dhika masih selalu mensuport. Dia masih sebaik yang dulu.
Tidak berapa lama akhirnya aku tahu siapa penfitnah keji itu
“selama ini kau
percaya omongan rani? Asal kamu tau Rani
itu adalah musuh dalam selimut. Dia begitu karna dia juga menaruh rasa yang
sama terhadapmu”
“kamu tahu dari mana?
Rani mengaku melihat semua” aku Rinal dari seberang telpon
“bang novar yang cerita
semua. Kurasa cinta rani terhadapmu melibihi aku. Lama jadi rekan kerjamu dalam
satu studio. Menurutku hal wajar kalo benih cintanya bisa numbuh. Dan kecewanya
aku kenapa kamu bisa percaya kata-kata orang tapi tidak dengan penjelasanku”
misuhku saat itu
“maafin aku. Aku sangka
semua itu benar. Dan aku punya foto-fotonya semua yang dikirimkan rani”
“aku kecewa”
Semenjak kejadian itu
dhika yang penyayang terlihat lebih peka terhadapku. Lebih memperhatikan
keadaanku. Itu hal terbesar yang pernah kudapat dari seorang sahabat. Namun hal
ini sepertinya terhenti semenjak sebulan terakhir. Sayangnya tidak lagi seperti
yang dulu. Laksana awan gelap berkelabung. Namun tak ada tanya mengapa yang
keluar dari mulutku. Aku lunglai dikunyah asa untuknya. Namun hal terbesar
dalam hidupku juga telah dimulai. Sosok lelaki impian telah kudapat sebagai
pengganti Rinal. Aku rasa ada yang berubah dari aku. Beberapa teman kuliah
mengatakan aku sedikit terseret dari sikap tomboy dan cuekku yang dulu.dhika
juga pernah mengungkapka hal itu. Dan dia senang. Namun perhatiannya tetap saja
tidak sebanyak dulu. Kupikir itu karna dia mulai menemukan seorang yang dia
cinta. Dan perhatiannya kepada perempuan itu jauh lebih diutamakan dibanding
untuk aku yang hanya sebatas adik kelasnya.
****
Mengawali pagi cerah
hari ini berawal dari ucapan selamat pagi dari sosok pangeran hati. Dialah a'im. Lelaki baru yang mampu menembus dinding hati dan mencoba menetap disana.
Dan ucapan selamat pagi dari dhika juga tidak pernah absen. Hanya ucapan
selamat pagi saja. Namun.... tidak berapa lama ringtone ponselku bunyi. Itu
panggilan dari dhika.
“iya bg.... ooo... maaf
bang. karra ngga bisa. Paginya kekampus. Siap dari kampus kebadan imigrasi
bang”
“kamu mau kemana? Kok
ke imigrasi?”
“temenin a'im buat
pasport bg. Mungkin lain kali aja ya bang. Maaf ra ngga bisa temenin abang hari
ini”
Dhika memintaku untuk
menemaninya ke toko buku. Dari nada bicaranya yang kudengar dari sebrang
telepon sepertinya tersimpan kecewa. Aku maklum karna sebelumnya kau tidak
pernah menolak ajakannya. Demikian juga dia.
Malam hari. Dhika
mengungkapkan bahwa saat dikampus siang tadi ia sempat melihat aku dengan a'im.
Hanya saja aku yang tidak menoleh kearahnya. Hal itu terjadi karena memang aku
tidak tahu keberadaannya kala itu.
Demikian selanjutnya.
Dhika mulai sedikit agak terlihat acuh. Dia mulai jarang kekampus hanya untuk
sekedar bergabung nongkrong sore. Juga mulai jarang menanyakan keadaanku. Namun
ucapan selamat pagi yang tidak pernah absen dia kirimkan. Hingga kemudian semuanya
ku ketahui. Dan kini aku mulai memahami. Mulai menitikkan air dari likuk dua
sungai kecil di pipi. Dan taman ini menjadi saksi. Taman dimana kami sering
bergurau. Dimana kami sering bertukar pendapat. Tempat ia mengajariku berbagai
mata kuliah yang aku tidak mengerti sebelumnya. Tempat dimana kesabarannya
terpupuk untuk menunggu, untuk mengajari. Sore yang cerah sebetulnya. Namun
keadaan membuatku merasa semuanya begitu kelam untuk saat ini.
“aku Cuma mau pamit
dek” ungkapan pertamanya
“mau kemana?”
“aku diterima kerja di
jakarta. Disebuah perusahaan sana. Aku dikontrak selama 3 tahun”
“jadi??..... aku ngga
bisa larang juga, kan? Aku bukan siapa-siapa. Baik-baik disana”
“kamu juga baik-baik
disini”
“jangan lupa kirimin
aku kabar ya”
“pasti. Kamu baik-baik
sama a'im. Aku ngga mau kejadian seperti yang lalu terulang lagi. Jangan sampai
di bodohi oleh keadaan”
“iya, bang”
“aku ngga pernah tau
kapan kita bisa jumpa lagi dek. Tapi perlu kamu tau bahwa aku akan
merinduimu..... hhhmmm.... sebenarnya aku Cuma mau bilang sesuatu makanya aku
mengajak ketaman”
“apa itu?”
“sebelumnya aku mau
nanya. Apa kamu merasa aku bertingkah aneh?”
“ngga”
“maaf sebelumnya. Apa karra
punya rasa sama abang?”
“rasa seperti apa?”
“semacam cinta”
“cinta sebagai kakak
kelas yang baik juga sebagai malaikat berwujud manusia”
“aku sudah menebaknya.
Kamu harus tau. Namun sebetulnya aku tidak ingin kamu mengetahuinya. Tapi hal
ini tidak dapat aku pendam”
Sejenak kemudian
hening. Dhika sepertinya mencoba menarik nafas dalam-dalam untuk menetralkan
pikiran dan hatinya kurasa. Ada rasa berat untuk berbicara sepertinya. Aku
memperhatikan dengan seksama. Dia kelihatan gugup. Lantas menunduk. Tidak lagi
menoleh aku yang duduk sampingnya.
“kamu tidak pernah
sadar aku selalu memperhatikanmu semenjak masa orientasi angkatanmu dan itu
sudah 3 tahun lamanya” dhika mulai berkata lagi namun masih dalam keadaan
menunduk sambil mecabut rumput-rumput rapi yang kami jadikan alas tempat duduk.
Aku terdiam
“aku senang kamu bisa
temani aku. Aku senang saat kamu bisa dengarin keluh aku. Aku nyaman kala kamu
disamping aku. Aku senang kamu dengerin nasehatku.
Dan sedihnya aku saat
tau kamu tersakiti oleh rasamu kepada orang lain. Aku sedih karena aku bukan
pelipur lara kamu. Namun sedih aku kala itu tidak sesedih aku sekarang, ra. Aku
sebenarnya ngga ingin pergi dari Aceh. Aku ngga ingin jauh dari kamu. Tapi aku
sadar semakin aku bertahan dengan keadaan seperti ini maka semakin gila6 aku
dengan rasa ini.
Aku sayang kamu. Dan
aku pernah berharap suatu saat bisa memilikimu. Hanya saja aku tidak punya
keberanian untuk mengutarakan. Awal aku tau kamu sama rinal aku cemburu karena
sepertinya kamu cinta sama dia. Saat kamu putus aku senang. Aku ngga peduli
kalau sekarang kamu bilang aku jahat. Tapi itu yang aku rasa. Saat kamu dengan
Ridi, aku biasa saja. Karna aku tau kamu ngga akan bertahan lama dengan dengan
anak pelayaran itu. Dan yang sangat disayangkan aku begitu lunglai sekarang.
Hatiku hampir mati dikunyah rasaku untukmu. Terserah jika kamu bilang aku
seperti cewe. Tapi ini yang aku rasa sekarang. Saat kamu dengan a'im aku lebih
sakit dibanding saat kamu dengan Rinal”
“kenapa ngga pernah
bilang dari dulu bang? Ra ngga pernah tau. Dan sekarang Ra minta maaf”
“ngga perlu minta maaf
dek. Ngga ada yang salah. Yang ada hanya lelaki bodoh. Dan sekarang lelaki
bodoh itu sadar bahwa tidak akan mungkin menunggu sesuatu yang tidak pernah
jadi miliknya. Karna apa? Karena aku melihat begitu banyak perubahan yang ada.
Kamu mulai sering ke mushalla kampus. Kamu udah ngga seabrek dulu. Kamu udah
lembut. Jujur sebetulnya kau suka. Tapi sayang bukan aku yang melalukan itu
padamu. a'im yang berhasil melakukannya. Jika boleh jujur, dari awal sebetulnya
aku juga punya niat yang sama seperti yang dilakukan a'im padamu sekarang.
Mungkin kurang aku hanya nyali aja yang selalu ciut, makanya tidak pernah
berhasil.
Aku yakin kamu tidak
akan meninggalkan orang yang telah membuat perubahan besar dalam hidup kamu.
Aku tau kamu tidak sebodoh itu. Maka dari itu aku mundur. Meskipun ini bukan
ajang kompetisi. Kamu bukan sesuatu yang di perebutkan namun aku tidak dapat
mengelak kalo aku juga menginginkanmu untuk jadi pengisi hati”.
Aku terus terdiam
meskipun dhika sudah berbicara panjang lebar. Aku mulai menangis. Tidak punya
alasan untuk ini. Sepertinya semua sendi di otot bukan lagi alat gerak aktif.
Aku terlalu kaku. Aku menyesal tidak pernah tau hal ini sebelumnya. Dan aku
mulai ingat diawal kuliah saat pacarnya dhika melabrakku di kantin kampus.
“maaf kenapa abang
putus dengan Linda?” tanyaku dalam serak tangis
“aku akui aku suka
kamu. Dan Linda marah. Linda mutusin aku saat itu juga. Kamu ngga perlu nangis
dek. Udah ngga da yang perlu ditangisi. Dan aku menyesal dengan ini” akhirnya
dhika menatapku setelah lama menunduk. Matanya merah tapi tak terlihat bekas
air mata disana. Dia menggenggam tangan kananku. Telapak tangannya begitu
dingin, sedingin hatinya yang telah beku.
“apa abang menyesal
karena mengakuinya kepada Linda?”
“sama sekali ngga. Aku
bukan orang yang ngomong A-B-A-B, jika sekali aku bilang iya, maka sampai
kapanpun hal itu ngga akan berubah, meski pada akhirny apa yang aku harap tidak
bisa aku dapat. Dan mulai saat itulah aku slalu berusaha membuat kamu nyaman
saat dengan aku. Untuk apa? Aku berharap kamu tau apa yang aku rasa. Tapi
ternyata tidak. Dan mulai saat itu aku sadar kamu bukan pelabuh hati seperti
pada umumnya. Aku mulai berusaha keras namun buka semata-mata untuk mendapatkan
hatimu, tapi juga untuk kebaikanmu sendiri. Dan setelah aku tau kamu begitu
mencintai naim, aku menyerah. Dan sepertinya kamu memang lebih pantas dengannya.
Hatimupun aku kira sudah kamu kunci. Aku sadar itu, Ra”
“maaf bg, jika Ra tau
dari awal mungkin hal ini ngga akan terjadi”
“maka dari itu aku tau
dek. Sekeras apapun aku berusaha kamu ngga akan tau, karena kamu memang tidak
punya rasa yang sama dengan aku. beruntunglah saat kamu bisa mendapatkan yang
lebih baik dari sebelumnya. Dan jangan pernah berpikir aku akan membencimu. Aku
ngga akan begitu. Kamu masih adek aku. Kalo nanti kamu mau cerita sesuatu kita
masih bisa sharing. Hanya saja mungkin kita ngga akan jumpa. Aku akan
merinduimu. Kamulah perempuan sederhana yang bisa mengalihkan hatiku setengah
sempurna dan akan sempurna jika kamu mengimbangi setiap gerak langkahku”
Tiga jam berlalu begitu saja. Hingga pada akhirnya
dhika mengantarku pulang. Itulah saat yang akan kuingat sampai kapanpun. Aku
ngga akan bilang aku menyesal. Bukan karna aku angkuh namun karena sesuatu yang
terlambat menjadi alasan dan aku telah menemui kebahagiaanku. Antara aim dan
dhika akan tetap tertulis dalam ruang hati di tiap kisahnya. Kubiarkan kisah
mereka membuat jendela-jendela indah sebagai ganti lentera jiwa. Aku tidak
pernah menyamakan antara keduanya. Aku masih mempunyai naim sebagai pangeran
penyejuk jiwa. Namun aku kehilangan sosok kakak yang penyayang. Sudah beberapa
hari ini dhika berada dijakarta. Aku sedikit merasa kehilangan namun coba aku
tepiskan. Aku masih bersikap seperti biasanya. Aku ngga ingin mengecewakan
Naim. Dan dhika masih mengirimkan ucapan selamat paginya seperti biasa. Perlu
kalian ketahui kawan, sungguh ini bukan sebuah persimpangan. Ini hanya sebuah
kisah dari jenis lainnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar